Senin, 18 Maret 2013

Hendra Bangga Mendarat di Depan Danrem

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sama tapi beda. Itulah Hendra dan Dora Emon. Persamaannya dengan tokoh kartun Dora Emon, pria yang lahir di Kerinci, 6 Desember 1979 ini sama-sama punya baling-baling dan dan bisa terbang. Bedanya, Hendra punya baling-baling di punggung, sementara Dora Emon, perangkat terbang ala pesawat helicopter itu terletak di puncak kepalanya.

Di acara upacara HUT 67 TNI di Jambi, Hendra unjuk aksi kemampuan terbang. Dengan baling-baling di punggung, dan payung yang melintang di atas kepalanya, ia berkali-kali melintas dan memutari lapangan kantor Gubernur Jambi.


Dengan ketinggian terbang tak kurang dari 50 meter, Hendra sepertinya cukup enjoy mengemudikan paramotor (alat terbang payung dengan mesin)-nya. Dan tepat di penghujung upacara, saat inspektur upacara sudah turun dari podium, ia meluncur turun, dan mendarat sempurna di depan panggung ke hormatan.

"Bangga sekali. Tapi sangat gugup juga, karena harus mendarat di depan Danrem," ujar Hendra yang dijumpai Tribun di ruang pola kantor gubernur, usai upacara.

Hendra mengaku sangat bangga bisa tampil memukau di acara besar seperti HUT TNI. Pengalaman di Jumat (5/10) pagi ini, menurutnya adalah pengalaman pertamanya tampil di depan banyak orang.

Pria tegap berkulit hitam manis ini mengatakan, ia mulai berlatih paralayang sejak setahun lalu. Kegiatan olahraga yang cukup ekstrim ini, ia mendapat bimbingan langsung dari Komandan Kodim (Dandim) 0417 Kerinci, Letkol (Inf) H Eko Prayitno.

Dikatakan Hendra, awalnya cukup grogi juga melayang di ketinggian. Ia berhitung dengan resiko yang bukan tak mungkin bisa berakibat fatal jika terjatuh. Namun seringin rutinnya berlatih, rasa khawatirnya lama-lama hilang dan berganti sensasi yang luar biasa karena bisa melayang di udara.

Untuk mengasah kemampuan terbangnya, Eko dan puluhan rekannya rutin berlatih setiap Sabtu dan Minggu. Untuk paralayang, latihan dilakukan dengan terjun dari puncak Buki Samancik. Dari bukit dengan ketinggian 1800 meter dari permukaan laut (dpl) inilah ia kemudian melayang menuju lembah.

Namun Bukit Samancik bukan satu-satunya tempat latihan mengudara dengan payung. Terkadang ia juga terjun dari tower Telkom di Kota Sungaipenuh.

"Sensasi terbang itu benar-benar luar biasa. Dan hari ini aku bangga jadi bagian dari acara besar ulang tahun TNI," ujar Hendra lagi.

Tribun juga berkesempatan mengorek keterangan dari sang mentor, Letkol (Inf) Eko Prayitno. Ia mengatakan, indahnya alam Kerinci, dengan bukit-bukit menjulang, menginspirasinya mengembangkan olahraga paralayang di Kerinci.

Dengan alat pribadi, awalnya ia berlatih bersama 3 orang lainnya. Setelah merekrut beberapa `murid', barulah Kerinci Aero Club (KAC) berdiri secara resmi pada 5 Mei 2010. Tanggal ini sengaja dipilih, karena bertepatan dengan hari kebangkitan nasional.

Saat ini KAC sudah meluluskan 4 angkatan dengan 46 orang penerbang. Hebatnya, 5 diantara penerbang tersebut adalah wanita. "Semuanya anak-anak asli Kerinci. Ini kebanggaan tersendiri buat saya," ujar Eko.

Eko juga `curhat' soal besarnya biaya olahraga ini. Untuk pengadaan satu set payung dan mesin, setidaknya dibutuhkan dana Rp 120-RP 150 juta. Saat ini untuk kegiatan latihan KAC mengandalkan empat buah payung  dan satu mesin, yang semuanya milik pribadi Eko Prayitno.

Ia mengatakan sudah beberapa kali mengajukan permintaan bantuan pengadaan alat kepada Pemkab Kerinci. Namun sepertinya KAC `belum beruntung'. Tak sekalipun pengajuan tersebut digubris oleh Pemkab Kerinci.

Baru-baru ini, secercah harapan mencuat dibenar KAC. Saat berkunjung ke Kerinci, Gubernut Jambi Hasan Basri Agus (HBA) berjanji akan membantu pengadaan 5 unit peralatan aeromotor. "Satu unitnya insya Allah dalam waktu dekat segera datang," ujar Eko lagi.

Ditambahkannya, ia berharap atlet-atlet yang ia bina bisa berkompetisi di ajang resmi. Apalagi di PON mendatang, atlet dari Kerinci ini bisa mewakili Provinsi Jambi. Atlet paralayang diharapkan bisa menjadi pendulang medali emas bagi Jambi.

Satu hal lagi yang tak kalah pentingnya. Dengan paramotor, jarak Kerinci-Jambi bisa ditempuh dalam waktu 2 jam 20 menit. Sementara tengki BBM mesin paramotor bisa menampung BBM sebanyak 6 liter, yang bisa digunakan untuk terbang selama 6 jam.

"Yang penting ketinggiannya tidak melebihi awan, insya Allah aman. Hanya dengan 6 liter BBM, bisa bolak balik Kerinci-Jambi kan?," ujarnya dengan nada setengah bertanya.

Zulman Anwar, wakil ketua KAC mengaku bangga dengan Dandim yang sebenarnya bukan putra daerah Kerinci. Namun dinilai memiliki semangat yang begitu tinggi mengembangkan aero wisata yang kedepannya bisa menjadi keunggulan komparatif bagi Kabupaten Kerinci.

"Apalagi untuk aeromotor tidak perlu harus meluncur dari ketinggian. Bahkan kami biasa latihan di Bandara Depati Parbo," ujarnya Zulman. (muhlisin)

Penulis : muhlisin
Editor : esotribun
Sumber : Tribun Jambi

1 komentar:

mantap,,, pak eko sudah membuat kegiatan untuk pemuda yang selama ini tidak terpikirkan oleh kita semua, dan pak eko melihat potensi dan mempergunakan semaksimalnya. Eko Prayitno anda sungguh LUAR BIASA.

Posting Komentar